Sabtu, Oktober 10, 2009

7 Jenis Nafsu

Nafs digolongkan menjadi 7 jenis, yakni : nafs-i-ammara, nafs-i-lawwama, nafs-i-mutmaina, nafs-i-mulhama, nafs-i-radiyya, nafs-i-mardiyya, nafs-i-safiyya. Masing masiing nafsu tersebut berbeda dan memiliki karakteristik yang jelas satu dengan yang lainnya. Saya akan mencoba memberikan sedikit pengalaman pribadi ataupun contoh dari orang lain yang dapat menggambarkan ketujuh jenis nafsu tersebut.

Yang pertama yakni Nafs-i-Ammara, yakni nafsu yang selalu menyuruh kepada kenistaan belaka. Jika ingin memberikan contoh sesungguhnya saya jarang sekali menjumpai orang yang  memiliki nafsu ini sepenuhnya, namun mungkin saya mungkin akan mencoba mengambil kasus-kasus criminal seperti Ryan yang telah membunuh hanya didasari oleh hawa nafsu dan harta. Karena dari situ dapat terlihat dia tidak dapat mengontrol dirinya sehingga melakukan perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindakan amoral.

Nafsu yang kedua adalah Nafs-i-lawwama yakni nafsu dimana adanya rasa sesal telah melakukan perbuatan yang buruk dan hatinya sudah mulai mendengar panggilan agar berpaling dari jalan yang salah tersebut. Sebagai contoh dari nafsu tersebut saya akan memberikan contoh adalah gelandangan. Banyak dari mereka yang sebenarnya tidak menginginkan untuk menjadi gelandangan atau peminta-minta, namun karena mungkin kondisi mereka yang tebatas mereka tidak dapat berbuat apa-apa dan meneruskan pekerjaan mereka tersebut.

Nafsu yang ketiga yakni Nafs-i-mutmaina adalah nafsu dimana orang sudah mulai merasakan ketenangan dan kedamaian dalam hidupnya dan mulai meninggalkan perilaku yang buruk. Contoh yang dapat saya berikan untuk mewakilkan nafsu ini mungkin adalah orang-orang yang telah keluar dari penjara dan mulai bertobat atas kesalahan yang telah dilakukannya. Ykani Jhoni Indo. Dia mulai berbuat kebaikan demi membalas segala yang telah dia lakukan dan berusaha untuk menjadi orang yang lebih baik dan berguna untuk orang lain.

Nafsu yang ke-empat adalah Nafs-i-mulhama. Nafsu ini adalah nafsu dimana seseorang sudah kuat mendengar suara hati yang baik , namun terkadang masih sulit mengalah, dan biasanya berupaya langsung berbuat kebaikan begitu ada keinginan. Jika ingin saya memberikan contoh, mungkin saya akan menggunakan pengalaman saya sewaktu masa SMP dulu. Dulu saya kerap berbuat kenakalan namun sering diiringi dengan penyesalan. Dan saya mulai berusaha memperbaiki perbuatan saya dengan berbuat baik kepada teman-teman saya.

Nafs-i-radiyya yang merupakan nafsu ke-lima adalah nafsu dimana seseorang sudah mulai merasakan bahagia atas rahmat yang diberikan oleh Allah SWT. Seseorang sudah merasa rela dan pasrah karena merasa lemah dihapan tuhan. Nafsu ini mulai membantu orang lain, menerima kritikan, dan hidup di masa sekarang, bukan masa lalu, ataupun masa depan. Jika ingin memberikan contoh, mungkin saya akan menjadikan pengalaman pribadi saya yang merupakan masa sekarang yang tengah menjalani kuliah ini. Saya sudah mulai menyadari bahwa sesungguhnya saya lemah dan rendah dihadapan kehendak dan kuasa Allah SWT. Saya berusaa berbuat baik kepada setiap orang dan membantu yang kesulitan semampu saya dengan harapan saya mendapatkan rahmat dan dunia yang lebih baik.

Nafs-i-mardiyya yang menjadi nafsu ke-enam adalah  nafsu dimana seseorang dengan senantiasa bersikap baik dengan sekitarnya, memiliki akhlak dan kelakuan yang baik. Mungkin jika saya dapat memberi contoh adalah salah satu teman saya yang sudah cukup saya jadikan panutan karena dia senantiasa bersikap ramah dan  mudah bergaul dengan semua orang. Dia juga tidak ragu-ragu dalam memberikan bantuan kepada orang lain.

Nafsu yang terakhir adalah Nafs-i-safiyya yang merupakan tahapan dimana seseorang menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada Allah SWT.  Ia telah mendapat julukan insane kamil yang berarti manusia sempurna. Dalam hidupnya ia senantiasa memiliki keselarasan dengan kehendak Allah SWT. Jika diperkenankan memberi contoh untuk nafsu ini saya tidak memiliki panutan lain selain Rasulullah SAW. Dia telah menyerahkan sepenuh jiwanya kepada Allah SWT. Dia telah diangkat Allah ketempat tertinggi dan sisi yang paling mulia. Dia melakukan segalanya sesuai perintah Allah SWT tanpa sedikitpun mengecewakannya. Tidak mengherankan ia diangkat menjadi manusia yang paling sempurna dan menjadi pemimpin dunia pada masanya.

Keimanan

1.Apa yang menyebabkan seseorang acuh tak acuh terhadap agama?
2.Bagaimana menjadikan iman sebagai sumber inspirasi dalam hidup kita?
3.Sejauhmana berpindah agama dapat di benarkan dan bagaimana sebaiknya sikap kita terhadap orang yang berpindah agama atau pilihan sendiri?
Jawab :
1.    Seseorang menjadi acuh dan tak acuh kepada agamanya umumnya dikarenakan kurangnya keimanan dan ketaqwaan yang dimiliki pribadi mereka masing-masing. Ketika seseorang mengimani agamanya dan tuhannya mereka tentunya akan mempercayai akan adanya tuhan dan adanya kehidupan selain dunia. Dengan keimanan kepada agamanya seseorang dapat memperbaiki sikapnya dan perilakunya dalam beragama maupun dalam masyarakat. Dengan mengimani agama dan tuhannya, tentunya pribadi tersebut akan menjalani perintah-perintah agamanya dan senantiasa menjauhi larangan-larangan tuhannya
2.    Kita dapat menjadikan iman sebagai sumber inspirasi dalam hidup kita dengan cara menjalani kehidupan sesuai dengan ketentuan dan tuntutan agama. Dengan menjadikan iman dan kepercayaan dalam hidup kita, kita terdorong untuk melaksanakan perbuatan yang baik dan disarankan oleh agama dan disukai oleh tuhan. Iman sebagai inspirasi dalam menjalani kehidupan sehari-hari dapat membuat keadaan hati senantiasa tenang karena telah sesuai dengan keimanan dan kepercayaan.
3.    Pindah agama dapat dibenarkan ketika seseorang pindah kepada agama lain dengan dasar bahwa seseorang tersebut telah mempercayai dan mengimani dengan sungguh-sungguh atas kebenaran dan adanya tuhan yang membuat mereka yakin bahwa agama tersebut adalah jalan dan tujuan hidupnya. Kepercayaan  dan keimanan tersebut kendaknya bukan dari pengaruh orang lain ataupun hasutan-hasutan. Karena hanya dengan keimanan yang sesunguhnya agar seorang pribadi dapat menjalankan agamanya karena keyakinan dan ketguhan hatinya. Sikap kita dalam memperlakukan orang yang berpindah agama atau memiliki pilihannya sendiri adalah menghormati akan kepercayaan mereka. Kita sepatutnya bertoleransi dan menghargai atas keimanan mereka terhadap agama dan tuhannya. Sudah selayaknya kita memperlakukan mereka seperti orang-orang pada umumnya. Karena sebuah perbedaan keyakinan dan kepercayaan tidak membuat seorang manusia berbeda dengan yang  lain secara derajat.
1.Apa yang menyebabkan seseorang acuh tak acuh terhadap agama?
2.Bagaimana menjadikan iman sebagai sumber inspirasi dalam hidup kita?
3.Sejauhmana berpindah agama dapat di benarkan dan bagaimana sebaiknya sikap kita terhadap orang yang berpindah agama atau pilihan sendiri?
Jawab :
1.    Seseorang menjadi acuh dan tak acuh kepada agamanya umumnya dikarenakan kurangnya keimanan dan ketaqwaan yang dimiliki pribadi mereka masing-masing. Ketika seseorang mengimani agamanya dan tuhannya mereka tentunya akan mempercayai akan adanya tuhan dan adanya kehidupan selain dunia. Dengan keimanan kepada agamanya seseorang dapat memperbaiki sikapnya dan perilakunya dalam beragama maupun dalam masyarakat. Dengan mengimani agama dan tuhannya, tentunya pribadi tersebut akan menjalani perintah-perintah agamanya dan senantiasa menjauhi larangan-larangan tuhannya
2.    Kita dapat menjadikan iman sebagai sumber inspirasi dalam hidup kita dengan cara menjalani kehidupan sesuai dengan ketentuan dan tuntutan agama. Dengan menjadikan iman dan kepercayaan dalam hidup kita, kita terdorong untuk melaksanakan perbuatan yang baik dan disarankan oleh agama dan disukai oleh tuhan. Iman sebagai inspirasi dalam menjalani kehidupan sehari-hari dapat membuat keadaan hati senantiasa tenang karena telah sesuai dengan keimanan dan kepercayaan.
3.    Pindah agama dapat dibenarkan ketika seseorang pindah kepada agama lain dengan dasar bahwa seseorang tersebut telah mempercayai dan mengimani dengan sungguh-sungguh atas kebenaran dan adanya tuhan yang membuat mereka yakin bahwa agama tersebut adalah jalan dan tujuan hidupnya. Kepercayaan  dan keimanan tersebut kendaknya bukan dari pengaruh orang lain ataupun hasutan-hasutan. Karena hanya dengan keimanan yang sesunguhnya agar seorang pribadi dapat menjalankan agamanya karena keyakinan dan ketguhan hatinya. Sikap kita dalam memperlakukan orang yang berpindah agama atau memiliki pilihannya sendiri adalah menghormati akan kepercayaan mereka. Kita sepatutnya bertoleransi dan menghargai atas keimanan mereka terhadap agama dan tuhannya. Sudah selayaknya kita memperlakukan mereka seperti orang-orang pada umumnya. Karena sebuah perbedaan keyakinan dan kepercayaan tidak membuat seorang manusia berbeda dengan yang  lain secara derajat.

Corporate Social Responsibilities

Corporate Social Responsibility, Tanggung Jawab sosial perusahaan

Keberadaan organisasi dalam suatu wilayah tentu saja berpengariuh dan memberikan dampak kepada daerah dan lingkungan disekitarnya. Sebagai bagian yang masuk kedalam suatu wilayah atau lingkungan diperlukan keterampilan dan kemampuan untuk menjaga hubungan antara lingkungan atau masyarakat sekitar dengan perusahaan dapat berjalan bersama dan memberikan kebaikan satu sama lain.
Komunitas yang tinggal di sekitar lokasi operasi organisasi pun demikian adanya, akan menunjang keberhasialan suatu oraganisasi untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. (Lesly 1991:117) “bukan hanya mereka yang didalam organisadi saja yang menentukan keberhasilan pencapaian tujuan, melainkan juga komunitas yang berada disekeliling wilayah organisasi.
Dengan menjalin bentuk sikap positif komunitas pada organisasi nantinya akan memberikan pengaruh kepada sikap karyawan terhadap tempat kerjanya. Selain itu menumbuhkan rasa kebangaan terhadap tempat kerjanya merupakan hal yang tak dapat dilepas dari hal yang harus diperhatiakan suatu organisasi.

Penggunaan istilah Tanggungjawab Sosial Perusahaan atau atau Corporate Social Responsibility (CSR) akhir-akhir ini semakin populer dengan semakin meningkatnya praktek tanggung jawab sosial perusaan, dan diskusi-diskusi global, regional dan nasional tentang CSR.
Istilah CSR yang mulai dikenal sejak tahun 1970-an, saat ini menjadi salah satu bentuk inovasi bagi hubungan perusahaan dengan masyarakat dan konsumen. CSR kini banyak diterapkan baik oleh perusahaan multi-nasional maupun perusahaan nasional atau lokal. CSR adalah tentang nilai dan standar yang berkaitan dengan beroperasinya sebuah perusahaan dalam suatu masyarakat. CSR diartikan sebagai komitmen usaha untuk beroperasi secara legal dan etis yang berkonstribusi pada peningkatan kualitas kehidupan karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat luas dalam kerangka mmewujudkan pembangunan berkelanjutan.
CSR berakar dari etika dan prinsip-prinsip yang berlaku di Perusahaan dan dimasyarakat. Etika yang dianut merupakan bagian dari budaya (corporate culture); dan etika yang dianut masyarakat merupakan bagian dari budaya masyarakata. Prisnsip-prinsip atau azas yang berlaku di masyarakat juga termasuk berbagai peraturan dan regulasi pemerintah sebagai bagian dari sistem ketatanegaraan.

Menurut Jones (2001) seseorang atau lembaga dapat dinilai membuat keputusan atau bertindak etis bila: 1) Keputusan atau tindakan dilakukan berdasarkan nilai atau standar yang diterima dan berlaku pada lingkungan organisasi yang bersangkutan. 2) Bersedia mengkomunikasikan keputusan tersebut kepada seluruh pihak yang terkait. 3) Yakin orang lain akan setuju dengan keputusan tersebut atau keputusan tersebut mungkin diterima dengan alasan etis.
Suatu perusahaan seharusnya tidak hanya mengeruk keuntungan sebanyak mungkin, tetapi juga mempunyai etika dalam bertindak menggunakan sumberdaya manusia dan lingkungan guna turut mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Pengukuran kinerja yang semata dicermati dari komponen keuangan dan keuntungan (finance) tidak akan mampu membesarkan dan melestarikan , karena seringkali berhadapan dengan konflik pekerja, konflik dengan masyarakat sekitar dan semakin jauh dari prinsip pengelolaan lingkungan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan.
Dari hal di atas dapat disimpulkan bahwa peranan komunitas terhadap suatu perusahaan sangatlah besar dan berpengaruh banyak terhadap kinerja dan keberlangsungan dari perusahaan tersebut.
Manfaat keterlibatan komunitas dan organisasi
Komunitas pada organisasi
·    Reputasi dan citra organisasi yang lebih baik
·    Lisesni untuk beroperasi secara maksimal
·    Memanfaatkan pengetahuan dan tenaga kerja local
·    Keamanan yang lebih besar
·    Infrastruktur dan lingkungan sosioekonomik yang lebih baik
·    Menarik dan menjaga personel berkaliber tinggi untuk memiliki komitmen tinggi
·    Menarik tenaga kerja, pemasok, pemberi jasa ldan mungkin pelanggan local yang bermutu
·    “laboratorium pembelajaran” untuk inovasi organisasi

Organisasi pada komunitas
·    Peluang penciptaan kesempatan kerja, pengalaman kerja dan pelatihan
·    Pendanaan investasi komunitas, pengembangan infrastriktur
·    Keahlian komersial
·    Kompetensi teknis dan personal individual pekerja yang terlibat
·    Representative bisnis sebagai juru promosi bagi prakarsa-prakarsa
Komunitas

Manfaat-Manfaat yang dapat dicapai melalui program kegiatan CSR
Manfaat individu bagi pegawai
1.    Belajar metode alternative dalam berbisnis
2.    Menghadapi tantangan pengembangan dan bisa berprestasi dalam lingkungan baru.
3.    Mengembangakan keterampilan yang ada dan keterampilan baru
4.    Memperbaiki pengetahuan perusahaan atas komunitas local dan member kontribusi bagi komunitas local
5.    Mendapatkan persepsi baru atas bisnis

Manfaat bagi organisasi penerima program
1.    Mendapatkan keahlian dan keterampilan professional yang tak dimiliki organisasi atau tak memiliki dana untuk mangadakannya
2.    Mendapatkan keterampilan manajemen yang membawa pendekatan yang segar dan kreatif dalam memecahkan masalah
3.    Memperoleh pengalaman dari organisasi besar sehingga melahirkan pengelolaan organisasi seperti menjalankan bisnis

Manfaat bagi perusahaan
1.    Memperkaya kapabilitas karyawan yang telah menyelesaikan tugas bekerja bersama komunitas
2.    Peluang untuk menanamkan bantuan praktis pada komunitas
3.    Meningkatkan pengetahuan tentang komunitas local
4.    Meningkatkan citra dan profil perusahaan karena para karyawan menjadi duta besar bagi perusahaan

Jefkins (2003) menyebutkan beberapa jenis citra (image). Berikut ini lima jenis citra yang dikemukakan, yakni:
 1. Citra bayangan (mirror image).
Citra ini melekat pada orang dalam atau anggota-anggota organisasi––biasanya adalah pemimpinnya––mengenai anggapan pihak luar tentang organisasinya.
2. Citra yang berlaku (current image).
Adalah suatu citra atau pandangan yang dianut oleh pihak-pihak luar mengenai suatu organisasi.
3. Citra yang diharapkan (wish image).
Adalah suatu citra yang diinginkan oleh pihak manajemen.
4. Citra perusahaan (corporate image).
Adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan, jadi bukan sekedar citra atas produk dan pelayanannya.
5. Citra majemuk (multiple image).
Banyaknya jumlah pegawai (individu), cabang, atau perwakilan dari sebuah perusahaan atau organisasi dapat memunculkan suatu citra yang belum tentu sama dengan organisasi atau perusahaan tersebut secara keseluruhan.

Dampak yang ingin ditekankan kepada masyarakat dibagi menjadi 3 yakni :
·    Meraih yang Terbaik dengan Nurani (Dampak Kegiatan Perusahaan)
Dampak utama kegiatan perusahaan tercipta dari operasi perusahaan. Pendekatan kami dalam mengelola tanggung jawab sosial didasari pemikiran bahwa tanggung jawab sosial merupakan bagian dari kegiatan usaha, dan meliputi keinginan untuk selalu belajar dari tindakan kami serta pengalaman pihak lain. Kami senantiasa menyempurnakan kinerja kami, melalui penerapan petunjuk pelaksanaan kegiatan usaha skala nasional dan internasional, termasuk standar Program Peringkat Kinerja Lingkungan (PROPER) dan standar operasi internasional (ISO). Kegiatan usaha kami lebih dari menciptakan lapangan pekerjaan, juga mengembangkan sumber daya manusia demi kepentingan perusahaan dan masyarakat.
·    Membangun Sinergi Kesuksesan bagi Masyarakat (Dampak Rantai Nilai)
Dampak yang lebih luas diciptakan melalui rantai nilai, mulai dari pemasok, pelanggan, hingga konsumen. Kami memperkenalkan standar perilaku usaha bagi pemasok, yang disebut Business Partner Code, dan menerapkan "Supplier Quality Management Programme"  (SQMP) untuk mendorong pemasok dalam meningkatkan kemampuan dan kinerja mereka. Kami bermitra dengan berbagai jenis distributor independen untuk meningkatkan semangat kewirausahaan, menciptakan lapangan kerja, serta memberikan keuntungan bagi usaha-usaha lokal.
·    Memenuhi Panggilan Masyarakat (Kontribusi Sukarela)
Kontribusi sukarela terhadap masyarakat secara luas, yang dilakukan melalui kemitraan dengan LSM, badan pemerintah, perguruan tinggi dan masyarakat, terlihat seperti "puncak gunung es" yang merupakan dampak yang lebih besar dari kegiatan perusahaan yang sesungguhnya. Kontribusi tersebut mencakup program-program berkesinambungan, yang dilaksanakan secara profesional di bawah Yayasan Unilever Indonesia Peduli.
Kami mendorong para karyawan untuk ikut berbagi hati, pikiran dan pengalaman melalui kegiatan bakti sosial sukarela bagi yang membutuhkan, seperti yatim piatu, anak jalanan, penduduk (miskin) pedesaan, pengungsi dan lainnya.

Profil PT. Unilever
PT Unilever Indonesia Tbk (perusahaan) didirikan pada tanggal 5 Desember 1933 sebagai Zeepfabrieken N.V. Lever dengan akta No. 33 yang dibuat oleh Tn.A.H. van Ophuijsen, notaris di Batavia. Akta ini disetujui oleh Gubernur Jenderal van Negerlandsch-Indie dengan surat No. 14 pada tanggal 16 Desember 1933, terdaftar di Raad van Justitie di Batavia dengan No. 302 pada tanggal 22 Desember 1933 dan diumumkan dalam Tambahan No. 3 Javasche Courant pada tanggal 9 Januari 1934.
Dengan akta No. 171 yang dibuat oleh notaris Ny. Kartini Mulyadi tertanggal 22 Juli 1980, nama perusahaan diubah menjadi PT Unilever Indonesia. Dengan akta no. 92 yang dibuat oleh notaris Tn. Mudofir Hadi, S.H. tertanggal 30 Juni 1997, nama perusahaan diubah menjadi PT Unilever Indonesia Tbk. Akta ini disetujui oleh Menteri Kehakiman dengan keputusan No. C2-1.049HT.01.04TH.98 tertanggal 23 Pebruari 1998 dan diumumkan dalam Tambahan No. 39 Berita Negara No. 2620 tanggal 15 Mei 1998
Perusahaan mendaftarkan 15% dari sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya setelah memperoleh persetujuan Ketua Badan Pelaksana Pasar Modal (Bapepam) No. SI-009/PM/E/1981 pada tanggal 16 November 1981.
Perusahaan bergerak dalam bidang produksi sabun, deterjen, margarin, minyak sayur dan makanan yang terbuat dari susu, es krim,  makanan ringan dan minuman dari teh, dan produk-produk kosmetik.
Sebagaimana disetujui dalam Rapat Umum Tahunan Perusahaan pada tanggal 13 Juni, 2000, yang dituangkan dalam akta notaris No. 82 yang dibuat oleh notaris Singgih Susilo, S.H. tertanggal 14 Juni 2000, perusahaan juga bertindak sebagai distributor utama dan memberi jasa-jasa penelitian pemasaran. Akta ini disetujui oleh Menteri Hukum dan Perundang-undangan (dahulu Menteri Kehakiman) Republik Indonesia dengan keputusan No. C-18482HT.01.04-TH.2000.
Misi Unilever Indonesia
·    Menjadi yang pertama dan terbaik di kelasnya dalam memenuhi kebutuhan dan aspirasi konsumen
·    Menjadi rekan yang utama bagi pelanggan, konsumen dan komunitas.
·    Menghilangkan kegiatan yang tak bernilai tambah dari segala proses.
·    Menjadi perusahaan terpilih bagi orang-orang dengan kinerja yang tinggi.
·    Bertujuan meningkatkan target pertumbuhan yang menguntungkan dan memberikan imbalan di atas rata-rata karyawan dan pemegang saham.
·    Mendapatkan kehormatan karena integritas tinggi, peduli kepada masyarakat dan lingkungan hidup.
Case Studi
Central Problem
-    Komunikasi Internal
-    Komunikasi Eksternal
Effect
-    Terjadinya kesenjangan antara karyawan dan kurangnya rasa kebersamaan dalam perusahaan dan dalam kegiatan pekerjaan
-    Berkurangnya efektifitas pekerjaan
-    Hubungan dengan lingkungan sekitar yang tidak terbina dengan maksimal dan menimbulkan kurangnya pengetahuan akan lingkungan dan perusahaan
Objective
-    Meningkatkan rasa kebersamaan dan keakraban dalam ruang lingkup karyawan  sehingga memberikan kenyamanan bagi karyawan dalam ruang lingkup kerjanya sehari-hari dengan karyawan lagin
-    Mendekatkan perusahaan dengan masyarakat sekitar dan melakukan pertukaran pengetahuan dan pemahaman satu sama lain agar terbina hubungan yang saling menguntungkan
Area of Consideration
-    Mengadakan event dengan tujuan mendekatkan karyawan satu dengan lainnya secara kekeluargaan
-    Mengadakan penyuluhan dan pemberian informasi kepada masyarakat sekitar tenang apa yang dilakaukan perusahaan dan apa dampaknya bagi mereka
Alternative course of action
-    Mengadakan sebuah gathering event atau Outbond yang dapat mendekatkan karyawan secara lebih intim dan meningkatkan semangat kerja mereka, sekaligus sarana refreshing
-    Memberikan bantuan dan melakukan sebuah kegiatan yang bertemakan masyarakat dengan mengajak partisipasi masyarakat sekitar untuk memperkenalkan bagaimana sesungguhnya misi perusahaan.
-    Membuat suatu event bersama baik karyawan dan masyarakt dalam memperingati suatu event nasional yang tentunya dapat menjadi suatu wadah dalam bertukar pendapat dan wawasan
Action Plan
-    Mengadakan sebuah event gathering yang dapat mendekatkan karyawan dengan karyawan lain sehingga kesenjangan hubungan dan perbedaan dapat diatasi, mengadakan suatu event dengan tujuan mendekatkan diri dengan masyarakat sekitar dan memberikan kontribusi kepada mereka dengan harapan mereka dapat lebih dekat dengan perusahaan dan menyadari keberadaan perusahaan.

Brazil Country Analysis

Brazil

Merupakan salah satu Negara diselatan amerika . dengan pemerintahannya yang dinamakan republik Brazil federal.  Menjadi Negara kelima terbesar dalam wilayah amerika selatan. Berbatasan dengan laut atlantik di sebelah timur memiliki garis pantai lebih dari 7.491 kilometer (4.655 mil). Hal ini dibatasi di utara oleh Venezuela, Guyana, Suriname dan departemen luar negeri dari Perancis Guyana Perancis; di barat laut oleh Kolombia, di sebelah barat oleh Bolivia dan Peru, di barat daya oleh Argentina dan Paraguay dan di selatan oleh Uruguay. Sejumlah kepulauan merupakan bagian dari wilayah Brazil, seperti Fernando de Noronha, Rocas Atoll, Saint Peter dan Paulus Rocks, dan Trindade dan Martim Vaz.
Brasil adalah koloni Portugal dari arahan dari Álvares Pedro Cabral pada 1500 hingga kemerdekaan pada 1822. Pada awalnya independen sebagai Brazilian Empire, negara telah menjadi republik sejak 1889, walaupun terdiri daripada dua dewan legislatif, yang sekarang disebut Kongres, tanggal kembali ke 1824, ketika pertama konstitusi telah meratifikasi yang saat ini konstitusi menetapkan Brasil sebagai Republik Federal yakni Federasi yang dibentuk oleh kesatuan dari Distrik Federal, di 26 negara, dan kota 5564.



Data diatas hanya sebagian dari Paper Group yang telah saya kerjakan, untuk makalah yang lebih lengkap, saya telah menyediakan link yang dapat anda download :

The Effect of The Global Economic Crisis Towards The Indonesian Economic

THE EFFECT OF THE GLOBAL ECONOMIC CRISIS
TOWARDS THE INDONESIAN ECONOMIC

Based on the definition of economy, economy is the realize social system of production, exchange, distribution, and consumption of goods and services of a country or area. A given economy is the end result of a process that involves its technological evolution, civilization's history and social organization, as well as its geography, natural resource endowment, and ecology, among other factors. These factors give context, content, and set the conditions and parameters in which an economy functions.

Economy activities means a lot to people. Economic activities help humans to growing and develop. With economic activities, human can fulfill they basic need of food and also another secondary need that they want. Human also can socialize through economic activities. With economic activities human learn how to deal in business, exchange and trade with any other people who need goods or service from another person. Economy has become daily activities for people now days. Economic activities not only based on exchange, and trade like it was long time ago, now economic also useful to investment, saving and production.

 Economy is one of few factor to measure how the condition of some country. Based on the economic activities, some country can be categorized into mature country or developed country. From the economic activities, the effectiveness and efficiency of the people in some country can be known. Economy activities also become one important thing to create a relation between country or nation. With economic relation each nation can support and learn each other in order to increase the wealth of the country itself.

Economic activities not always stable and success, there is some point where the situation of economic is heading into crisis when the problem is already complicated and complex. In time of economic crisis, the impact will easily spread and effect the whole factor around it. In the time of crisis there will be huge change of the habit of people. Usually the biggest impact are hit the lowest level of society and economic level. They tend to be more suffer with the situation of crisis. a specific and gradual action is needed to solve the situation of crisis, there are many factor of consideration to be thought.
The economic world now has just hit by global economic crisis, this crisis has become entirely downfall for all the economic factor all over the world across nation. The crisis has penetrate all the level of economic scale. Until now the impact of the global economic crisis is still remaining. The people all over the world try their best to return this crisis back to normal state as before.

The Global Economic crisis was started in the Super Power Nation, United State. United State had reach their peak of business, with powerful economic activities and flow of cash and trade exchange. In the United State, the development of stock exchange, and obligation are highly increase and grow even bigger and bigger. Lots of people invest their money in share, stock and obligation. People are attracted because they know that they don’t have to do a hard work to earn money. Even within a single day, with investment and stock exchange they can earn lots of money. Without any hesitation lots of people become relying on those assets. In August 2002 an analyst identified a housing bubble. Dean Baker wrote that from 1953 to 1995 house prices had simply tracked inflation, but that when house prices from 1995 onwards were adjusted for inflation they showed a marked increase over and above inflation-based increases. Baker drew the conclusion that a bubble in the US housing market existed and predicted an ensuing crisis. It later proved impossible to convince responsible parties such as the Board of Governors of the Federal Reserve of the need for action Baker's argument was confirmed with the construction of a data series from 1895 to 1995 by the influential Yale economist Robert Shiller, which showed that real house prices had been essentially unchanged over that 100 years.

A common claim during the first weeks of the financial crisis was that the problem was simply caused by reckless, sub-prime lending. However, the sub-prime mortgages were only part of a far more extensive problem affecting the entire $20 trillion US housing market: the sub-prime sector was simply the first place that the collapse of the bubble affecting the housing market showed up.

The ultimate point of origin of the great financial crisis of 2007-2009 can be traced back to an extremely indebted US economy. The collapse of the real estate market in 2006 was the close point of origin of the crisis. The failure rates of subprime mortgages were the first symptom of a credit boom tuned to bust and of a real estate shock. But large default rates on subprime mortgages cannot account for the severity of the crisis. Rather, low-quality mortgages acted as an accelerant to the fire that spread through the entire financial system. The latter had become fragile as a result of several factors that are unique to this crisis: the transfer of assets from the balance sheets of banks to the markets, the creation of complex and opaque assets, the failure of ratings agencies to properly assess the risk of such assets, and the application of fair value accounting. To these novel factors, one must add the now standard failure of regulators and supervisors in spotting and correcting the emerging weaknesses. For many months before September 2008, many business journals published commentaries warning about the financial stability and risk management practices of leading U.S. and European investment banks, insurance firms and mortgage banks consequent to the subprime mortgage crisis.

Beginning with failures caused by misapplication of risk controls for bad debts, collateralization of debt insurance and fraud, large financial institutions in the United States and Europe faced a credit crisis and a slowdown in economic activity The crisis rapidly developed and spread into a global economic shock, resulting in a number of European bank failures, declines in various stock indexes, and large reductions in the market value of equities and commodities. Moreover, the de-leveraging of financial institutions further accelerated the liquidity crisis and caused a decrease in international trade. World political leaders, national ministers of finance and central bank directors coordinated their efforts to reduce fears, but the crisis continued. At the end of October a currency crisis developed, with investors transferring vast capital resources into stronger currencies such as the yen, the dollar and the Swiss franc, leading many emergent economies to seek aid from the International Monetary Fund.

The subprime crisis came about in large part because of financial instruments such as securitization where banks would pool their various loans into sellable assets, thus off-loading risky loans onto others. (For banks, millions can be made in money-earning loans, but they are tied up for decades. So they were turned into securities. The security buyer gets regular payments from all those mortgages; the banker off loads the risk. Securitization was seen as perhaps the greatest financial innovation in the 20th century.)

As BBC’s former economic editor and presenter, Evan Davies noted in a documentary called The City Uncovered with Evan Davis: Banks and How to Break Them (January 14, 2008), rating agencies were paid to rate these products (risking a conflict of interest) and invariably got good ratings, encouraging people to take them up.
Starting in Wall Street, others followed quickly. With soaring profits, all wanted in, even if it went beyond their area of expertise. For example,
·    Banks borrowed even more money to lend out so they could create more securitization. Some banks didn’t need to rely on savers as much then, as long as they could borrow from other banks and sell those loans on as securities; bad loans would be the problem of whoever bought the securities.
·    Some investment banks like Lehman Brothers got into mortgages, buying them in order to securitize them and then sell them on.
·    Some banks loaned even more to have an excuse to securitize those loans.
·    Running out of who to loan to, banks turned to the poor; the subprime, the riskier loans. Rising house prices led lenders to think it wasn’t too risky; bad loans meant repossessing high-valued property. Subprime and “self-certified” loans (sometimes dubbed “liar’s loans”) became popular, especially in the US.
·    Some banks evens started to buy securities from others.
·    Collateralized Debt Obligations, or CDOs, (even more complex forms of securitization) spread the risk but were very complicated and often hid the bad loans. While things were good, no-one wanted bad news. Side NoteWhen asked what if someone raised concerns, Peter Harn, one of the innovators of CDOs, an even more complex version of securitization, told the BBC such people would likely lose their job; anyone trying to slow down would have seen a decline in their market share compared to others, for example.

High street banks got into a form of investment banking, buying, selling and trading risk. Investment banks, not content with buying, selling and trading risk, got into home loans, mortgages, etc without the right controls and management. Many banks were taking on huge risks increasing their exposure to problems. Perhaps it was ironic, as Evan Davies observed, that a financial instrument to reduce risk and help lend more—securities—would backfire so much. When people did eventually start to see problems, confidence fell quickly. Lending slowed, in some cases ceased for a while and even now, there is a crisis of confidence. Some investment banks were sitting on the riskiest loans that other investors did not want. Assets were plummeting in value so lenders wanted to take their money back. But some investment banks had little in deposits; no secure retail funding, so some collapsed quickly and dramatically.

The problem was so large, banks even with large capital reserves ran out, so they had to turn to governments for bail out. New capital was injected into banks to, in effect, allow them to lose more money without going bust. That still wasn’t enough and confidence was not restored. (Some think it may take years for confidence to return. Shrinking banks suck money out of the economy as they try to build their capital and are nervous about loaning. Meanwhile businesses and individuals that rely on credit find it harder to get. A spiral of problems result.
The impact of Global financial crisis in Indonesia are surely happened. Indonesia also get the bad impact of the economic instability from European country. The clearly seen impact for Indonesian is, the number of unemployment will be increase. In order to reduce the company loss and avoid bankrupt, many company forced to send down  their employee. Now days the number of unemployment has reach 250.000 people. Those number will still increase if the condition on economic are not going better. The number in percent of unemployment ill be increase from 7,44% to 8,87%. Another sector will be hit is the export industry or export goods. Because the flow of money in foreign country are limited and unsure, people will reduce their need of import goods or stuff from another country.

Conclusion.
The Global Financial Crisis has just happen and strike every point in this world. United State economy collapse, has give a big hit into many aspect of economic factor in European and Asian Country. No doubt that, the European country has the big effect, but Asian also get hit even not as big as European. Indonesia as the one of many Asian region representative, get the effect. But the effect for Indonesia are not so big, because the economy of Indonesia not too much rely on virtual money and investment. Indonesia can still keep up to stabilize the national economic condition. The government of Indonesia is need to be more careful with their step in the future. The experience of Well mature country like United State, should become a lesson how we should deal a problem like those, and prevent it from happened. Participation on Indonesian people also needed to develop and raise the economic activity. By appreciate and buying national product and service, the people already help government and their nation to be better in the future.


Theory Of Organization

Theory of Organization

Organization is a network of independent relationship. Various relationship can contribute to the organization as a whole. Three essence major of organizational  thought and theory are :
·    The classical theory of Organization
·    The Humans relation school of thought
·    The school of thoughts which concerned with social system and emphasizes the relationship of the part of the whole organization.

The Classical School
The main idea of this concept is that, everyone in the organization or even outside of organization might be hold your destiny someday. Figure out who’s important to your effectiveness and threat them with good way. The classical theory of organization is concerned almost entirely with the design and structure of organization, not with people. Which is the chief tool is the organization chart.

Among recommended principles of management Henri Fayol included following :
1.    Division of work (specialization)
2.    Authority and responsibility (power)
3.    Discipline (obedience)
4.    Unity of command (one boss)
5.    Unity of direction (one plan)
6.    Subordination of individual interest to general interest ( concern for the organization first)
7.    Remuneration (fair pay)
8.    Centralization (consolidation)

Scott’s definition of formal organization : a system of coordinated activities of a group of people working cooperatively toward a common goal under authority and leadership. Scott’s identified four key components of classical organization theory :
·    Division of labor refers to how a given amount of work is divided amng the available human resources. The division can be according to the nature of the various jobs or according to the amount of responsibility and authority personal assumes.
·    Scholar and functional processes express, respectively, the vertical and the horizontal growth and structure of the organization. Scholar refers to the levels of the hierarchy (chain of command) in the organization. Functional refers to the specific job duties of each employee in the organization.
·    Structure refers to network of relationships and roles throughout the organization structure enables the organization to meet its objective effectively and in an orderly  manner.
Classical theory usually distinguish two kind of staff :
Line organization includes the chain of command and the primary function of the formal organization. it can be described easily by organization chart. Staff organization supplement line organization. the staff people advise and serve the line people.
Jablin (1987) describes four key structural dimension that predominated in most theoretical analysis: 1. Configuration ( e.g. span control, organization size) 2. Complexity ( vertical and horizontal) 3. Formalization 4. Centralization
Span of control refers to the number of employees a manager can effectively supervise. Span of control influence the shape of an organization. span of control also relates to how centralize or decentralize an organization is. In centralize organization, power and decision point are few. In decentralized organization, authority and decision making are spread throughout the organization and authority is generally delegated to the smallest practicable units. Centralization of authority can usually expedite decision making since fewer people are involved. Decentralization involves more people and takes more time but may improve organizational morale by giving more employee the opportunity to be involved in decision making.

The Human Relation School
The basic logic of the human relations approach was to increase concern for workers by allowing them to participate in decision making, by being more friendly, and calling them by their first name, which improved worker satisfaction and morale. The net outcome would be lower resistance to and improve compliance with management’s authority.
David described an informal organizational as based on people and their relationship rather than on positions and their functions. He distinguish informal powers as personal and formal power as institutional :
Power in informal organization is earned or given permissively  by group members, rather than delegate; therefore it does not follow the official chain of command.
Davis thought the main criteria of an informal leader are : age, seniority, technical competence, work location, freedom to move around the work area, and responsive personality.

The Social System School
In the social system school, what affected one part of the organization affected all parts of the organization. nothing exist without eventual impact on something else. There is stated that all parts of an organization are interdependent or interlocking because all parts within the system called subsystem, affected by each other. This means simply that a change in any part of the system will affect all other parts of the system. Longeneeker has supported this point of view :
The system concept is useful because of its strong amphasis upon these interrelationalships. These interrelationalships are stressed as being of primary importance. The role management is seen as the management of interrelationalships. This emphasis avoids some of the pitfalls of a components mentality in which departments work out their own relationships in a haphazard manner.

Scott likened organization theory to general systems theory because both study the following factors :
1.    Parts (individuals) in aggregates and movement of individuals into and out of the system
2.    Interaction of individuals with the environment of the system
3.    General growths and stability problems of systems

Huse and bowditch summarized the main characteristic that define an organization as a system :
1.    Composed of a number of subsystem, all of which are interdependent and interrelated
2.    Open and dynamic, having inputs, outputs, operation, feedback, and boundaries
3.    Striving for balance through both positive and negative feedback
4.    With a multiplicity of purpose, function and objective, some of which are in conflict, which the administrator strives to balance
Some of the key concepts necessary to the understanding of an organization as an open social system are feedback, balance, input, transformation and interdependence.

Leadership Paper

LEADERSHIP

Good leaders are made not born. If you have the desire and willpower, you can become an effective leader. Good leaders develop through a never ending process of self-study, education, training, and experience.
Before we get started, lets define leadership. Leadership is a process by which a person influences others to accomplish an objective and directs the organization in a way that makes it more cohesive and coherent. Leaders carry out this process by applying their leadership attributes, such as beliefs, values, ethics, character, knowledge, and skills. Although your position as a manager, supervisor, lead, etc. gives you the authority to accomplish certain tasks and objectives in the organization, this power does not make you a leader, it simply makes you the boss. Leadership differs in that it makes the followers want to achieve high goals, rather than simply bossing people around. 


Bass' (1989 & 1990) theory of leadership states that there are three basic ways to explain how people become leaders. The first two explain the leadership development for a small number of people. These theories are:

  1. ·    Some personality traits may lead people naturally into leadership roles. This is the Trait Theory.
  2. ·    A crisis or important event may cause a person to rise to the occasion, which brings out extraordinary leadership qualities in an ordinary person. This is the Great Events Theory.
  3. ·    People can choose to become leaders. People can learn leadership skills. This is the Transformational Leadership Theory. It is the most widely accepted theory today and the premise on which this guide is based. 

When a person is deciding if she respects you as a leader, she does not think about your attributes, rather, she observes what you do so that she can know who you really are. She uses this observation to tell if you are an honorable and trusted leader or a self-serving person who misuses authority to look good and get promoted. Self-serving leaders are not as effective because their employees only obey them, not follow them. They succeed in many areas because they present a good image to their seniors at the expense of their workers. 


The basis of good leadership is honorable character and selfless service to your organization. In your employees' eyes, your leadership is everything you do that effects the organization's objectives and their well-being. Respected leaders concentrate on what they are [be] (such as beliefs and character), what they know (such as job, tasks, and human nature), and what they do (such as implementing, motivating, and providing direction).
People want to be guided by those they respect and who have a clear sense of direction. To gain respect, they must be ethical. A sense of direction is achieved by conveying a strong vision of the future.
Refferences :
http://www.nwlink.com/~donclark/leader/leadcon.html